Refleksi dari Orang Tempo Doeloe

Suatu ketika saya teringat pada tulisan saya pada hari itu. Tulisan mengenai pertemuan saya dengan seseorang yang memberi nasihat sekaligus motivasi. Bagi saya, hari itu adalah hari sebuah pencerahan dimana saya mendapatkan sebuah solusi atas beberapa masalah yang sedang saya hadapi dan masalah yang sudah berlalu tetapi belum terselesaikan. Bagaimana tidak, saya bertemu dengan seorang gus tabib pengobatan alternatif keluarga saya yang bernama Gus Mahfuzh pada tanggal 29 April 2014 (pk. 19.00 - 22.45 WIB). Yang mana beliau sudah paham betul dengan bagaimana manusia menjalani 
hidup. Nilai kemanusiaan, religius, dan juga perjuangan hidup begitu saya dapat ketika mengobrol dengan beliau selama kurang lebih menghabiskan waktu tiga jam. Saya hanya terdiam, mengangguk dan sesekali mendehem tanda mengerti, karena saya merasa bahwa apa pun yang dikatakan beliau begitu saya pahami dengan mudah namun sulit saya implementasikan to the real life.

Begini, awal mula beliau sekedar menawari saya hanya untuk menulis sebuah artikel mengenai keilmuan, berita terkini, atau pun sastra yang meliputi puisi dan cerpen. Dan katanya, beliau akan memuat artikel yang saya buat di sebuah koran mingguan. Karena selain bertujuan untuk membantu saya dalam mendapatkan uang saku sendiri, kegiatan tersebut juga membantu melatih saya agar saya mumpuni di bidang lain selain bidang kependidikan yang saya geluti. Dan kebetulan memang UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di kampus yang saya ikuti juga mengacu dan sejalan dengan tawaran yang beliau berikan.

Ketika beliau berbicara, lantas saya berfikir. Akan kah saya bisa melakukan tawaran gus ini ke depannya? Karena dilihat dari kepribadian saya yang pemalu, kurang percaya diri, tidak ulet, dan juga kurang memiliki rasa berani yang lebih dapat melakukan pekerjaan seorang reporter. Dimana reporter terkenal dengan karakter kenekatannya, kesupelannya dengan lawan bicara, dan juga ulet dalam bekerja. Namun dari segala kebimbangan dan juga unek-unek saya selama ini yang memang selalu menjadi momok tiap kali saya ingin berani maju melakukan kegiatan di luar zona nyaman saya, beliau mampu menjawab dan memberi saran dengan penuh pengertian dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti oleh saya maupun kedua orang tua saya. Beliau mengatakan bahwa, semua orang yang ahli, awalnya memang mereka tidak bisa apa-apa, akan tetapi dengan segala pertimbangan dan juga ada seseorang lain yang harus mereka tanggung hidupnya, semisal: anak, istri kedua orang tua, maka orang tersebut akan melakukan apa pun demi menutupi tanggungannya kepada orang lain. Asalkan dengan usaha yang keras, niat tulus untuk beribadah dan dengan cara yang halal, InsyaAllah Allah akan memberikan buah dari jerih payahnya kedepannya. Entah di dunia maupun di akhirat. Tetapi kelihatannya hal tersebut tidak akan berlaku bagi orang yang pamrih. Karena apa? Karena setiap kali dia melakukan kebaikan, maka dia akan menarget keuntungannya sekarang juga. Istilahnya “wani piro?” Karena keuntungan yang telah di dapat di dunia itu lah, maka Allah tak perlu lagi membalasnya. Karena ia telah mendapatkannya di dunia.

Selain itu, saya kembali dengan sebuah pertanyaan, “Gus, kemudian bagaimana agar kita dapat memanajemen waktu dengan baik? Misalnya saja, setelah lelah dari pulang kuliah, maka kita ingin santai-santai di rumah, padahal kita tahu bahwa pada saat itu ada juga tugas yang menanti.” Tanpa berfikir lagi beliau menjawab bahwa memang semua manusia inginnya seperti itu. Sangat manusiawi sekali bahwa manusia membutuhkan refreshing, maka dari itu taman wisata ada dimana-mana. Tetapi jika kita terus-terusan menuruti apa yang kita inginkan, kemudian bagaimana tanggungan kita yang belum terselesaikan tersebut? Maka dari itu orang Madura bisa menguasai Jawa, karena mereka adalah orang ulet, sangat tirakat. Mereka tidak mengeluh hanya makan ikan asin selama beberapa waktu sebelum mereka benar-benar sukses. Mereka tidak akan santai-santai saja jika memang mereka belum memenuhi kebutuhan mereka dengan estimasi yang tinggi. Itulah mengapa banyak pedagang dari Madura, terutama daerah Gadang kata beliau. Hampir semua warga Gadang adalah warga Madura. Ada pun orang Jawa tetapi sebagai pembeli/konsumen saja.

Sebagai perbandingan lain, beliau membandingkan kehidupan jaman modern dengan jaman dulu. Mengapa orang dulu jarang mengidap penyakit serius dan bahkan umur mereka panjang-panjang? Karena orang jaman dulu jarang mengkonsumsi daging, maksimal ketika hari raya saja mereka bisa makan ayam. Di luar itu, mereka tirakat mengkonsmsi sayuran hasil panen mereka. Dan orang jaman dulu memang tidak suka yang muluk-muluk dan selalu sabar. Jika mereka tidak mampu mendapatkan apa yang mereka inginkan, maka mereka akan bersabar untuk mendapatkan hal itu. Istilah Jawanya “alon-alon, asal kelakon”. Tetapi mereka rajin dan juga patuh dengan orang yang lebih tua darinya. Misalkan saja antara mertua dengan menantu, ketika mertua di depan rumah, maka menantu di belakang. Begitu juga sebaliknya. Karena apa? Mereka menjunjung tinggi adat sopan santun di daerah Jawa. Si menantu sungkan dan memiliki rasa takut bila mereka duduk berhadapan dengan mertua mereka. Rasa ­unggah-ungguh begitu sangat kental di jaman dahulu. Tetapi perbedaannya dengan orang jaman sekarang yaitu karena tersedianya semua fasilitas dan semua macam makanan pun ada dimana-mana. Membuat rasa unggah-ungguh nampaknya telah memudar, orang jaman sekarang juga merasa dirinya dengan orang lain memiliki kedudukan sama dan juga memiliki porsi hak dan kewajiban masing-masing. Orang akan menunduk bila guru datang, tetapi bila jaman sekarang guru pun diperlakukan hampir sama dengan seorang teman. Selain itu orang jaman sekarang memiliki banyak ambisi, banyak sekali target yang mereka capai. Sampai-sampai dengan menggunakan jalan pintas, pergi ke dukun, suapan, bahkan korupsi. Hal itu pun didorong oleh faktor keinginan manusia yang cenderung muluk-muluk namun kemampuannya belum sesuai untuk mencapai hal itu, sehingga mereka pun menggalakkan berbagai cara yang instan. Dengan makanan yang tak terkendali juga manusia jaman modern sering terkena penyakit yang aneh-aneh, bahkan hingga mematikan. Padahal orang hidup tak selalu hanya untuk mengejar keinginan, melainkan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

                Begitulah beliau menyampaikan pesan melalui sebuah gambaran kisah nyata, sebuah gambaran mengenai perbandingan jaman. Berharga memang, karena belum tentu kita akan mendengar sebuah nasihat yang sama dari orang lain atau bahkan dari orang sama. Hingga saat ini, nasihat itu saya simpan dan sengaja saya abadikan ke dalam tulisan yang sederhana ini.

Komentar

Postingan Populer